Komite
Internasional Palang Merah (ICRC) adalah lembaga kemanusiaan swasta yang berbasis di Jenewa, Swiss.
Negara-negara peserta (penanda tangan) keempat Konvensi Jenewa 1949 dan
Protokol Tambahan 1977 dan 2005, telah memberi ICRC mandat untuk melindungi
korban konflik bersenjata internasional dan non-internasional. Termasuk di
dalamnya adalah korban luka dalam perang, tawanan, pengungsi, warga sipil, dan
non-kombatan lainnya.
ICRC adalah
salah satu dari tiga komponen, sekaligus cikal bakal, Gerakan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah Internasional. Selain ICRC, komponen Gerakan antara lain Federasi
Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) dan 186 Perhimpunan
Nasional. Perhimpunan Nasional di Indonesia bernama Palang Merah Indonesia
(PMI). ICRC adalah organisasi tertua dan dihormati dalam Gerakan, dan merupakan
salah satu organisasi yang paling banyak diakui di seluruh dunia. Salah satu
contoh pengakuan dunia, ICRC telah tiga kali menerima Hadiah Nobel Perdamaian
pada tahun 1917, 1944, dan 1963.
Misi dan Tugas
Pernyataan
misi resmi ICRC berbunyi: Komite Internasional Palang Merah (ICRC) adalah
organisasi yang tidak memihak, netral, dan mandiri, yang misinya semata-mata
bersifat kemanusiaan, yaitu untuk melindungi kehidupan dan martabat para korban
konflik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lain dan memberi mereka
bantuan. ICRC mengarahkan dan mengkoordinasi kegiatan bantuan kemanusiaan dan
berupaya mempromosikan dan memperkuat hukum humaniter dan prinsip-prinsip
kemanusiaan universal. Tugas utama ICRC bersumber pada Konvensi Jenewa dan Statuta
Gerakan, dimana dikatakan bahwa tugas ICRC antara lain:
- memantau kepatuhan para pihak yang bertikai kepada Konvensi Jenewa
- mengorganisir perawatan terhadap korban luka di medan perang
- mengawasi perlakuan terhadap tawanan perang (Prisoners of War – POW) dan melakukan intervensi yang bersifat konfidensial dengan pihak berwenang yang melakukan penahanan.
- membantu pencarian orang hilang dalam konflik bersenjata (layanan pencarian)
- mengorganisir perlindungan dan perawatan penduduk sipil
- bertindak sebagai perantara netral antara para pihak yang berperang
Status Hukum
ICRC adalah
satu-satunya institusi yang disebut secara eksplisit menurut Hukum Humaniter
Internasional (HHI) sebagai otorita pengawas. Mandat hukum ICRC bersumber pada
empat Konvensi Jenewa 1949, serta Statuta Gerakan. ICRC juga menjalankan
tugas-tugas yang tidak secara khusus diamanatkan oleh hukum, seperti
mengunjungi tahanan politik di luar konflik dan memberikan bantuan kemanusiaan
dalam bencana alam.
ICRC adalah
asosiasi swasta yang terdaftar di Swiss dan mendapat hak-hak istimewa dan
kekebalan hukum di wilayah Swiss selama bertahun-tahun. Hak-hak istimewa itu
dikatakan mendekati kedaulatan de facto. Pada tanggal 19 Maret 1993, landasan
hukum perlakuan khusus untuk ICRC ditetapkan melalui perjanjian resmi antara
Pemerintah Swiss dan ICRC. Perjanjian ini melindungi "kesucian" (sanctity)
semua properti ICRC di Swiss termasuk kantor pusat dan arsip-arsip, memberi
kekebalan hukum kepada anggota dan staf, membebaskan ICRC dari semua pajak dan
biaya, menjamin pengiriman barang, jasa, dan uang yang dilindungi dan bebas
kepabeanan, memberi ICRC privilese komunikasi yang aman setara dengan kedutaan
asing, dan menyederhanakan perjalanan ke dalam dan ke luar Swiss bagi ICRC.
Sebaliknya Swiss tidak mengakui passport yang dikeluarkan ICRC.
Berbeda
dengan keyakinan umum, ICRC bukan entitas berdaulat seperti Orde Penguasa
Militer Malta (Sovereign Military Order of Malta) dan juga bukan merupakan
organisasi internasional, baik non-pemerintah (LSM) maupun antar pemerintah.
ICRC membatasi keanggotaannya hanya warga negara Swiss, dan juga tidak seperti
kebanyakan LSM, ICRC tidak memiliki kebijakan keanggotaan yang terbuka dan tak
terbatas bagi semua orang karena anggota baru dipilih oleh Komite (melalui
suatu proses yang disebut cooptation/pemilihan). Akan tetapi, sejak awal
1990-an, ICRC mempekerjakan orang-orang dari seluruh dunia untuk bekerja dalam
misi lapangan dan di Kantor Pusat. Pada tahun 2007, hampir setengah staf ICRC
bukan warga negara Swiss. ICRC mendapat privilese dan kekebalan hukum di banyak
negara, berdasarkan hukum nasional di negara-negara tersebut, berdasarkan
perjanjian antara ICRC dan pemerintah, atau, dalam beberapa kasus, berdasarkan
yurisprudensi internasional (seperti hak delegasi ICRC untuk tidak memberi
kesaksian di depan pengadilan internasional).
Sejarah
Pendirian Komite Internasional Palang Merah
ICRC berawal
dari visi dan tekad satu orang: Henry Dunant. Tanggal: 24 Juni 1859. Tempat:
Solferino, kota kecil di Italia utara. Pada waktu itu tengah pasukan Austria
dan Prancis bertempur sengit. Sore harinya, 40.000 prajurit bergeletakan tewas
atau terluka. Henry Dunant, seorang warga Swiss, kebetulan melewati daerah itu
untuk suatu urusan bisnis. Ia ngeri menyaksikan ribuan prajurit menderita tanpa
pelayanan medis. Ia mengajak penduduk setempat merawat mereka. Dia tekankan
bahwa prajurit dari kedua belah pihak harus diberi perawatan yang setara.
Sekembalinya
ke Swiss, Dunant menerbitkan sebuah buku berjudul A Memory of Solferino
(Kenangan dari Solferino), yang berisi dua usulan:
- agar pada masa damai didirikanperhimpunan - perhimpunan bantuan kemanusiaan yang memiliki juru rawat yang siap untuk merawat korban luka pada waktu terjadi perang;
- agar para relawan ini, yang akan bertugas membantu dinas medis angkatan bersenjata, diberi pengakuan dan perlindungan melalui sebuah perjanjian internasional.
Pada tahun
1863, sebuah perkumpulan amal bernama Perhimpunan Jenewa untuk Kesejahteraan
Masyarakat membentuk sebuah komisi lima orang untuk mewujudkan gagasan Dunant
itu. Beranggotakan Gustave Moynier, Guillaume-Henri Dufour, Louis Appia, Theodore
Maunoir, dan Dunant sendiri, komisi ini kemudian mendirikan Komite
Internasional Pertolongan Korban Luka, yang kemudian menjadi Komite
Internasional Palang Merah atau ICRC. Mereka lalu terus mengembangkan gagasan
Henry Dunant. Atas undangan mereka, 16 negara dan empat lembaga filantropis
menghadiri Konferensi Internasional di Jenewa pada tanggal 26 Oktober 1863.
Dalam konferensi ini sebuah lambang pembeda, yaitu palang merah di atas dasar
putih, diadopsi. Lahirlah Palang Merah.
Sebelum Perang Dunia I
Untuk
memformalkan perlindungan dinas medis angkatan bersenjata di medan tempur dan
untuk mendapatkan pengakuan internasional atas Palang Merah beserta
cita-citanya, Pemerintah Swiss mengundang pemerintah semua negara Eropa, serta
Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko, untuk menghadiri sebuah konferensi
diplomatik resmi. Enam belas negara mengirim total 26 delegasi ke Jenewa. Pada
tanggal 22 Agustus 1864, konferensi ini mengadopsi sebuah perjanjian bernama
“Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Kondisi Korban Luka dalam Pertempuran Darat,”
yaitu perjanjian pertama yang membentuk Hukum Humaniter Internasional.
Perwakilan dari 12 negara dan kerajaan menandatangani konvensi ini: Baden,
Belgia, Denmark, Perancis, Hesse, Italia, Belanda, Portugal, Prusia, Swiss,
Spanyol, dan Württemberg.
Konvensi ini
berisi sepuluh pasal, menetapkan untuk pertama kali aturan-aturan yang mengikat
secara hukum dan menjamin netralitas dan perlindungan bagi tentara yang
terluka, personel medis lapangan, dan lembaga kemanusiaan khusus dalam konflik
bersenjata. Selain itu, konvensi juga menetapkan dua persyaratan terkait
pengakuan perhimpunan bantuan nasional oleh Komite Internasional:
- Perhimpunan nasional harus diakui oleh pemerintah nasionalnya sendiri sebagai perhimpunan bantuan sesuai dengan konvensi, dan
- Pemerintah nasional dari masing-masing negara harus menjadi negara pihak dalam Konvensi Jenewa.
Tidak lama
setelah penetapan Konvensi tersebut, perhimpunan nasional pertama didirikan di
Belgia, Denmark, Perancis, Oldenburg, Prusia, Spanyol, dan Württemberg. Tahun
1864, Louis Appia dan Charles van de Velde, seorang kapten Angkatan Darat
Belanda, menjadi delegasi independen dan netral pertama yang bekerja di bawah
simbol Palang Merah dalam konflik bersenjata. Tiga tahun kemudian tepatnya pada
tahun 1867, Konferensi Internasional Perhimpunan Bantuan Nasional untuk
Perawatan Korban Luka dalam Perang diselenggarakan untuk pertama kali.
Pada tahun
1867, Henry Dunant terpaksa menyatakan bangkrut karena kegagalan bisnis di
Aljazair, sebagian karena dia mengabaikan kepentingan bisnisnya selama
aktivitas tak kenal lelah-nya untuk Komite Internasional. Kontroversi seputar
masalah bisnis Dunant dan opini publik negatif yang berkembang, ditambah dengan
konflik berkepanjangan dengan Gustave Moynier, menyebabkan pencopotan Dunant
dari posisinya sebagai anggota dan sekretaris. Dia didakwa memalsukan
kebangkrutan dan surat perintah penangkapan dikeluarkan. Dunant terpaksa
meninggalkan Jenewa dan tidak pernah kembali ke kota asalnya. Pada tahun-tahun
berikutnya, perhimpunan nasional didirikan di hampir semua negara di Eropa.
Pada tahun 1876, komite mengadopsi nama "Komite Internasional Palang
Merah" (ICRC), yang masih menjadi nama resmi hingga saat ini. Lima tahun
kemudian, Palang Merah Amerika didirikan atas upaya dari Clara Barton. Semakin
banyak negara menandatangani Konvensi Jenewa dan mulai menghormatinya di
lapangan selama konflik bersenjata. Dalam waktu yang relatif singkat, Palang
Merah mendapatkan momentum besar sebagai sebuah gerakan yang dihormati secara
internasional, dan perhimpunan nasional menjadi kian populer sebagai tempat
untuk bekerja secara sukarela.
Pada tahun
1906, Konvensi Jenewa 1864 direvisi untuk pertama kali. Satu tahun kemudian, Konvensi
Den Haag X, diadopsi pada Konferensi Perdamaian Internasional Kedua di Den
Haag, memperluas ruang lingkup Konvensi Jenewa untuk perang di laut. Sesaat
sebelum pecahnya Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, 50 tahun setelah
berdirinya ICRC dan pengadopsian Konvensi Jenewa pertama, sudah ada 45
perhimpunan bantuan nasional di seluruh dunia. Gerakan telah menjangkau luar
Eropa dan Amerika Utara hingga ke Amerika Tengah dan Selatan (Argentina,
Brazil, Chili, Kuba, Meksiko, Peru, El Salvador, Uruguay, Venezuela), Asia
(Republik Cina, Jepang, Korea, Siam), dan Afrika (Republik Afrika Selatan).
Perang Dunia I
Ketika Perang
Dunia I meletus, ICRC menghadapi tantangan besar yang hanya bisa diatasi berkat
kerjasama ICRC dengan perhimpunan nasional Palang Merah. Juru rawat Palang
Merah dari seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, memberi dukungan
pelayanan medis angkatan bersenjata negara-negara Eropa yang terlibat dalam
perang. Pada tanggal 15 Oktober 1914, segera setelah dimulainya perang, ICRC
mendirikan Badan Tawanan Perang Internasional (POW Agency), yang pada akhir
1914 memiliki sekitar 1.200 staf, sebagian besar relawan. Di akhir perang,
Badan ini sudah mengirimkan sekitar 20 juta surat dan pesan, 1,9 juta paket,
dan sekitar 18 juta franc Swiss (Rp.170milyar) sumbangan uang untuk POW dari
semua negara yang terkena dampak. Selain itu, atas intervensi Badan ini,
sekitar 200.000 tahanan menjadi bagian dari pertukaran POW antar pihak-pihak
yang bertikai, dibebaskan dari tahanan dan kembali ke negara asal mereka.
Indeks kartu organisasi Badan ini mengakumulasi sekitar 7 juta catatan dari
tahun 1914 hingga tahun 1923, setiap kartu mewakili satu orang tahanan atau
satu orang yang hilang. Indeks kartu membantu identifikasi sekitar 2 juta
tawanan perang dan bisa mengontak keluarga mereka. Indeks lengkap tersebut saat
ini dipinjamkan ICRC ke Museum Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
di Jenewa. Hak untuk mengakses indeks tersebut masih sangat terbatas untuk
ICRC.
Selama
perang, ICRC memonitor kepatuhan pihak-pihak bertikai terhadap Konvensi Jenewa
yang telah direvisi pada tahun 1907 dan meneruskan keluhan tentang pelanggaran
ke negara masing-masing. Ketika senjata kimia digunakan dalam perang untuk
pertama kalinya dalam sejarah, ICRC dengan gigih memprotes peperangan jenis
baru ini. Bahkan tanpa mandat dari Konvensi Jenewa, ICRC berusaha meringankan penderitaan
penduduk sipil. Di wilayah yang secara resmi ditetapkan sebagai "wilayah
pendudukan", ICRC dapat membantu penduduk sipil berdasarkan Konvensi Den
Haag tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat tahun 1907. Konvensi ini juga
merupakan dasar hukum pekerjaan ICRC terkait tawanan perang. Kegiatan Badan
Tawanan Perang Internasional sebagaimana diuraikan di atas mencakup kunjungan
inspeksi ke kamp-kamp POW. Sebanyak 524 kamp di seluruh Eropa dikunjungi oleh
41 delegasi dari ICRC hingga perang berakhir.
Antara tahun
1916 dan 1918, ICRC mengeluarkan sejumlah kartu pos yang memuat foto dari kamp
POW. Foto-foto tersebut menunjukkan para tawanan dalam kegiatan mereka
sehari-hari seperti mendistribusikan surat dari rumah. Tujuan ICRC adalah
memberikan harapan dan penghiburan kepada keluarga tawanan dan mengurangi
ketidakpastian tentang nasib orang-orang yang mereka cintai. Setelah perang
berakhir, ICRC mengatur pemulangan sekitar 420.000 tawanan ke negara asal
mereka. Pada tahun 1920, tugas repatriasi diserahkan kepada Liga Bangsa-Bangsa
yang baru terbentuk, yang menunjuk diplomat dan ilmuwan Norwegia Fridtjof
Nansen sebagai Komisioner Tinggi Pemulangan Tawanan. Mandat hukumnya kemudian
diperluas untuk mendukung dan merawat pengungsi perang dan orang-orang
terlantar manakala kantornya diubah menjadi Komisaris Tinggi untuk Pengungsi
Liga Bangsa-Bangsa. Nansen, yang menciptakan paspor Nansen untuk pengungsi
tanpa negara dan yang dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1922, menunjuk
dua delegasi dari ICRC sebagai deputinya.
Setahun
sebelum akhir perang, ICRC mendapat Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1917
atas pekerjaan yang luar biasa selama perang. Itu adalah satu-satunya Hadiah
Nobel Perdamaian yang diberikan pada periode 1914-1918. Pada tahun 1923, Komite
mengadopsi perubahan kebijakan mengenai pemilihan anggota baru. Hingga saat
itu, hanya warga dari kota Jenewa yang bisa bekerja di ICRC. Pembatasan ini
diperluas untuk mencakup warga negara Swiss. Sebagai konsekuensi langsung dari
Perang Dunia I, satu protokol tambahan dari Konvensi Jenewa diadopsi pada tahun
1925 yang melarang penggunaan gas cekik atau gas racun dan unsur-unsur biologi
sebagai senjata. Empat tahun kemudian, Konvensi asli direvisi dan Konvensi
Jenewa kedua mengenai "Perlakuan terhadap Tawanan Perang" ditetapkan.
Kejadian-kejadian selama Perang Dunia I dan kegiatan-kegiatan ICRC secara
signifikan meningkatkan reputasi dan kewenangan ICRC di antara komunitas
internasional dan membuat kompetensinya diperluas.
Di awal
tahun 1934, rancangan usulan sebuah konvensi tambahan untuk perlindungan
penduduk sipil dalam konflik bersenjata diadopsi oleh Konferensi Internasional
Palang Merah. Sayangnya, mayoritas pemerintah kurang tertarik melaksanakan
konvensi ini, sehingga konvensi tersebut masih belum berlaku sebelum pecahnya
Perang Dunia II.
Perang Dunia II
Dasar hukum
kegiatan ICRC selama Perang Dunia II adalah Konvensi Jenewa yang direvisi tahun
1929. Kegiatan ICRC mirip dengan yang dilakukannya selama Perang Dunia I:
mengunjungi dan memantau kamp-kamp POW, mengorganisir bantuan kemanusiaan bagi
penduduk sipil, dan mengatur pertukaran berita terkait tawanan dan orang-orang
hilang. Di akhir perang, 179 delegasi telah melakukan 12.750 kunjungan ke kamp
POW di 41 negara. Badan Informasi Pusat tentang Tawanan Perang memiliki 3.000
staf, indeks kartu penelusuran tawanan memuat 45 juta kartu, dan 120 juta pesan
dipertukarkan oleh Badan ini. Salah satu kendala utama adalah Palang Merah
Jerman yang dikendalikan Nazi menolak mematuhi statuta Jenewa termasuk
pelanggaran secara terang-terangan seperti deportasi keturunan Yahudi dari
Jerman dan pembunuhan massal yang dilakukan di kamp-kamp konsentrasi yang
dijalankan oleh pemerintah Jerman. Selain itu, dua aktor besar lain yang
terlibat dalam konflik, Uni Soviet dan Jepang, bukan negara pihak pada Konvensi
Jenewa 1929 dan secara hukum tidak diwajibkan mematuhi aturan-aturan konvensi.
Selama
perang, ICRC gagal membuat kesepakatan dengan Nazi Jerman tentang perlakuan
terhadap tahanan di kamp konsentrasi, dan akhirnya memilih untuk tidak memberi
tekanan guna menghindari terganggunya kegiatan-kegiatannya dengan POW. ICRC
juga gagal memberi respon atas informasi yang dapat dipercaya mengenai
kamp-kamp pemusnahan dan pembunuhan massal orang Yahudi di Eropa. Ini masih
dianggap sebagai kegagalan terbesar ICRC dalam sejarahnya. Setelah November
1943, ICRC mendapat izin untuk mengirim paket kepada tahanan di kamp
konsentrasi bagi yang nama dan lokasinya sudah diketahui. Karena tanda terima
paket-paket tersebut sering kali ditandatangani oleh penghuni lain, ICRC berhasil
mendata identitas sekitar 105.000 tahanan di kamp-kamp konsentrasi dan
mengantar sekitar 1,1 juta paket, terutama ke kamp Dachau, Buchenwald,
Ravensbrück, dan Sachsenhausen.
Pada tanggal
12 Maret 1945, Presiden ICRC Jacob Burckhardt mendapat pesan dari Jenderal SS Ernst
Kaltenbrunner yang menerima permintaan ICRC untuk mengijinkan delegasi ICRC
mengunjungi kamp-kamp konsentrasi. Perjanjian ini terikat oleh persyaratan
bahwa delegasi harus tinggal di kamp-kamp sampai akhir perang. Sepuluh orang
delegasi, di antaranya Louis Haefliger (Mauthausen Camp), Paul Dunant
(Theresienstadt Camp) dan Victor Maurer (Dachau Camp), menerima penugasan
tersebut dan mengunjungi kamp-kamp. Louis Haefliger mencegah pengusiran paksa
atau peledakan Mauthausen-Gusen dengan memperingatkan pasukan Amerika, sehingga
berhasil menyelamatkan nyawa sekitar 60.000 tahanan. Tindakannya dikutuk oleh
ICRC karena dianggap bertindak tidak tepat dan berdasarkan keinginannya sendiri
sehingga mempertaruhkan netralitas ICRC. Baru pada tahun 1990, reputasinya
akhirnya direhabilitasi oleh Presiden ICRC Cornelio Sommaruga.
Contoh lain
dari spirit kemanusiaan yang luar biasa adalah Friedrich Born (1903-1963),
seorang delegasi ICRC di Budapest yang menyelamatkan 11.000 hingga 15.000 orang
Yahudi di Hongaria. Marcel Junod (1904-1961), seorang dokter dari Jenewa,
adalah salah satu delegasi terkemuka lainnya selama Perang Dunia Kedua. Cerita
tentang pengalamannya, termasuk kisahnya sebagai salah satu orang asing pertama
yang mengunjungi Hiroshima setelah bom atom dijatuhkan, bisa dibaca dalam buku
Warrior without Weapon.
Pada tahun
1944, ICRC menerima Hadiah Nobel Perdamaian kedua. Seperti pada Perang Dunia I,
hadiah ini juga menjadi satu-satunya Nobel Perdamaian yang diberikan selama
periode utama Perang Dunia Kedua, 1939 sampai 1945. Di akhir perang, ICRC
bekerja sama dengan perhimpunan nasional Palang Merah untuk mengatur bantuan
kemanusiaan ke negara-negara yang paling parah kondisinya. Tahun 1948, Komite
mengeluarkan sebuah laporan kajian kegiatan-kegiatan selama perang, dari
tanggal 1 September 1939 sampai 30 Juni 1947. Sejak Januari 1996, arsip ICRC
untuk periode ini dibuka untuk penelitian akademik dan publik.
Pasca Perang Dunia II
Pada tanggal
12 Agustus 1949 revisi lanjutan atas dua Konvensi Jenewa sebelumnya diadopsi.
Konvensi tambahan tentang "Perbaikan Kondisi Angkatan Perang di Laut yang
Luka, Sakit dan Korban Kapal Karam", kini disebut Konvensi Jenewa kedua,
dibawa dalam payung Konvensi Jenewa sebagai pengganti Konvensi Den Haag 1907 X.
Konvensi Jenewa 1929 mengenai "Perlakuan terhadap Tawanan Perang"
mungkin menjadi Konvensi Jenewa kedua dari sudut pandang sejarah (karena
konvensi itu sebenarnya dirumuskan di Jenewa), tapi setelah 1949 disebut
Konvensi ketiga karena secara kronologis dirumuskan setelah Konvensi Den Haag.
Merespon pengalaman Perang Dunia II, Konvensi Jenewa Keempat, sebuah Konvensi
baru tentang "Perlindungan Penduduk Sipil pada Masa Perang," ditetapkan.
Selain itu, Protokol Tambahan I dan Protokol Tambahan II tanggal 8 Juni 1977
dimaksudkan untuk membuat konvensi tersebut berlaku dalam konflik internal
seperti perang sipil. Protokol Tambahan III Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur
mengenai lambang pembeda tambahan dengan menambahkan lambang baru, kristal
merah, diadopsi pada tahun 2005. Saat ini, empat konvensi dan protokol tambahan
berisi lebih dari 600 pasal, perluasan yang luar biasa jika dibandingkan dengan
hanya 10 pasal dalam konvensi pertama tahun 1864.
Dalam
perayaan seabad ICRC pada tahun 1963, ICRC dan Liga Perhimpunan Palang Merah,
mendapat Hadiah Nobel Perdamaian ketiga. Sejak tahun 1993, orang-orang
non-Swiss diperbolehkan bekerja sebagai delegasi ICRC di luar negeri, tugas
yang sebelumnya dibatasi hanya untuk warga negara Swiss. Sejak saat itu, kuota
staf yang bukan warga negara Swiss telah meningkat sekitar 35%.
Pada tanggal
16 Oktober 1990, Majelis Umum PBB memutuskan untuk memberikan status pengamat
kepada ICRC untuk sesi-sesi sidang umum dan pertemuan-pertemuan sub-komite,
status pengamat pertama yang diberikan kepada organisasi non-pemerintah.
Resolusi tersebut diusulkan bersama oleh 138 negara anggota dan diperkenalkan
oleh duta besar Italia, Vieri Traxler, untuk mengenang asal mula organisasi
tersebut dari Pertempuran Solferino.
ICRC untuk
pertama kali mengakhiri sikap bungkam kepada media yang lazim dilakukannya
dengan mengutuk Genosida yang terjadi di Rwanda pada tahun 1994. ICRC berupaya
mencegah kejahatan yang terjadi di sekitar Srebrenica pada tahun 1995 tetapi
kemudian membuat pernyataan, "Kami harus akui kendati berbagai upaya yang
kami lakukan untuk membantu ribuan warga sipil yang diusir secara paksa dari
kota dan meskipun dedikasi rekan-rekan kami di lapangan, dampak ICRC terhadap
tragedi yang terungkap sangat terbatas". ICRC kembali sekali lagi muncul
ke publik pada tahun 2007 untuk mengutuk "pelanggaran hak asasi
manusia"oleh pemerintah militer Myanmar termasuk kerja paksa, kelaparan,
dan pembunuhan pria, wanita, dan anak-anak.
Organisasi
ICRC
berkantor pusat di kota Jenewa, Swiss dan memiliki kantor-kantor di luar negeri
yang disebut Delegasi di sekitar 80 negara. Setiap delegasi berada di bawah
tanggung jawab seorang Kepala delegasi yang adalah perwakilan resmi ICRC di
suatu negara. Dari 2.000 karyawan profesionalnya, sekitar 800 orang bekerja di
kantor pusat Jenewa dan 1.200 ekspatriat bekerja di lapangan. Setengah dari
pekerja lapangan bertugas sebagai delegasi (delegate) yang mengatur
operasi ICRC di negara-negara berbeda sedangkah separuh lainnya adalah tenaga
spesialis seperti dokter, agronomis, insinyur atau penterjemah. Di kantor
delegasi, staf internasional dibantu oleh sekitar 13.000 staf nasional,
sehingga jumlah total staf yang bekerja untuk ICRC sekitar 15.000 orang.
Delegasi juga sering bekerja sama dengan Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan
Sabit Merah dimana delegasi berada sehingga bisa memanfaatkan relawan Palang
Merah/Bulan Sabit Merah Nasional untuk membantu sebagian operasi ICRC.
Struktur
organisasi ICRC sulit dipahami oleh orang luar. Hal ini sebagian karena
kerahasiaan organisasi, tetapi juga karena strukturnya yang berubah-ubah.
Majelis (Assembly) dan Presiden (Presidency) adalah dua institusi
yang telah lama ada, sedangkan Dewan Majelis (Assembly Council) dan
Direktorat (Directorate) baru dibentuk pada paruh kedua abad kedua
puluh. Keputusan sering kali dibuat secara kolektif, sehingga kewenangan dan
hubungan kekuasaan tidak kaku. Saat ini, organ terpenting adalah Directorate
dan Assembly.
Direktorat
Direktorat
adalah badan eksekutif ICRC. Direktorat bertanggung jawab atas manajemen
sehari-hari, sementara Majelis membuat kebijakan. Direktorat terdiri atas
Direktur Jenderal dan lima direktur di bidang "Operasi", "Sumber
Daya Manusia", "Sumber Daya Keuangan dan Logistik",
"Manajemen Komunikasi dan Informasi ", dan "Hukum Internasional
dan Kerjasama dalam Gerakan". Anggota Direktorat diangkat oleh Majelis
untuk bekerja selama empat tahun. Direktur Jenderal memikul tanggung jawab yang
hampir seperti seorang CEO dalam beberapa tahun terakhir, di mana ia sebelumnya
lebih merupakan orang pertama di antara yang sederajat di Direktorat.
Majelis
Majelis
(juga disebut Komite) mengadakan pertemuan secara teratur dan bertanggung jawab
mendefinisikan tujuan, pedoman, dan strategi dan mengawasi masalah keuangan
ICRC. Majelis memiliki keanggotaan maksimum 25 warga Swiss. Anggota harus fasih
Bahasa Perancis, tetapi banyak yang juga berbahasa Inggris dan Jerman. Para
anggota Majelis dipilih untuk jangka waktu empat tahun, dan tidak ada batasan
berapa kali seorang anggota Majelis bisa dipilih. Tiga perempat suara dari
semua anggota dibutuhkan untuk terpilih kembali setelah masa ketiga, yang mana
ini menjadi motivasi bagi anggota untuk tetap aktif dan produktif.
Pada
tahun-tahun awal, anggota ICRC adalah orang Jenewa, Protestan, putih, dan
laki-laki. Wanita pertama, Renée-Marguerite Cramer, terpilih pada tahun 1918.
Sejak saat itu, beberapa orang wanita telah menjabat sebagai Wakil Presiden,
dan jumlah wanita setelah Perang Dingin telah mencapai sekitar 15%. Anggota
non-Jenewa diterima pertama kali pada tahun 1923, dan satu orang keturunan
Yahudi pernah bertugas di Majelis.
Kalau
komponen-komponen lain Gerakan banyak yang multi-nasional, ICRC percaya bahwa
sifatnya yang satu negara (mono-national) merupakan aset karena
kewarganegaraannya adalah Swiss. Berkat netralitas permanen Swiss, pihak yang
berkonflik bisa yakin bahwa tidak seorangpun dari pihak "musuh" yang
akan menentukan kebijakan di Jenewa. Perang Perancis-Prusia 1870-1871
menunjukkan bahwa bahkan aktor Palang Merah (dalam hal ini Perhimpunan
Nasional) dapat begitu terikat dengan nasionalisme sehingga mereka tidak dapat
mempertahankan kemanusiaan yang netral.
Dewan Majelis
Selanjutnya,
Majelis memilih Dewan Majelis (assembly council) beranggotakan lima orang yang
merupakan inti aktif dari Majelis. Dewan bertemu setidaknya sepuluh kali setiap
tahun dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan atas nama Majelis dalam
beberapa hal. Dewan juga bertanggung jawab mengorganisir pertemuan Majelis dan
memfasilitasi komunikasi antara Majelis dan Direktorat. Dewan Majelis biasanya
termasuk presiden, dua wakil presiden dan dua anggota terpilih. Seorang wakil
presiden dipilih untuk masa jabatan empat tahun, sedangkan yang lainnya
diangkat secara permanen dimana masa jabatannya berakhir ketika yang
bersangkutan pensiun dari jabatan wakil presiden atau dari ICRC. Saat ini
Olivier Vodoz dan Christine Beerli adalah wakil presiden ICRC.
Presiden
Majelis juga
memilih, untuk jangka waktu empat tahun, satu orang untuk menjadi Presiden
ICRC. Presiden adalah anggota Majelis dan pemimpin ICRC, dan presiden selalu
disertakan dalam Dewan Majelis sejak pembentukannya. Presiden secara otomatis
menjadi anggota kelompok tersebut setelah beliau diangkat, tetapi ia tidak
harus selalu berasal dari dalam organisasi ICRC. Ada faksi yang kuat dalam
Majelis yang ingin menjangkau ke luar organisasi untuk memilih presiden dari
pemerintah Swiss atau kalangan profesional seperti perbankan atau kedokteran.
Tiga presiden terakhir sebelumnya merupakan pejabat dalam pemerintahan Swiss.
Pengaruh dan peran presiden tidak terdefinisikan dengan baik, dan perubahan
tergantung pada waktu dan gaya pribadi masing-masing presiden. Sejak tahun
2000, presiden ICRC adalah Jakob Kellenberger, seorang penyendiri yang jarang
membuat penampilan diplomatik tetapi yang terampil dalam negosiasi pribadi dan
nyaman dengan dinamika Majelis. Pada bulan Februari 2007, beliau diangkat oleh
Majelis untuk periode empat-tahun berikutnya yang akan berakhir pada tahun
2011. Presiden-presiden ICRC antara lain:
- 1863–1864: Henri Dufour
- 1864–1910: Gustave Moynier
- 1910–1928: Gustave Ador
- 1928–1944: Max Huber
- 1944–1948: Carl Jacob Burckhardt
- 1948–1955: Paul Ruegger
- 1955–1964: Leopold Boissier
- 1964–1969: Samuel Gonard
- 1969–1973: Marcel Naville
- 1973–1976: Eric Martin
- 1976–1987: Alexandre Hay
- 1987–1999: Cornelio Sommaruga
- 2000 – sekarang: Jakob Kellenberger
Staff
Setelah ICRC
berkembang dan kian terlibat secara langsung dalam konflik, terjadi peningkatan
jumlah staf dengan latar belakang profesional, bukan relawan, selama beberapa
tahun terakhir. ICRC hanya memiliki dua belas karyawan pada tahun 1914 dan
1.900 selama Perang Dunia Kedua yang didukung 1.800 relawan. Jumlah staf yang
dibayar menurun setelah Perang Dunia I dan II, tetapi mengalami peningkatan
kembali dalam beberapa dasawarsa terakhir; secara rata-rata ada 500 staf
lapangan tahun 1980-an dan lebih dari seribu staff pada tahun 1990-an. Dimulai
tahun 1970-an, ICRC menjadi lebih sistematis dalam pelatihan untuk
mengembangkan staf yang lebih profesional. ICRC menjadi karir yang menarik bagi
lulusan universitas terutama di Swiss, tetapi beban kerja sebagai karyawan ICRC
sukup menuntut. 15% dari staf keluar setiap tahun dan 75% karyawan bekerja
kurang dari tiga tahun. Staf ICRC multi-nasional dan sekitar 50% bukan warga
negara Swiss pada tahun 2004. Staf internasional ICRC dibantu dalam pekerjaan
mereka oleh sekitar 13.000 karyawan nasional yang dipekerjakan di negara-negara
dimana delegasi ada.
Pendanaan
Anggaran
ICRC pada tahun 2010 mencapai 1.156 juta franc Swiss (Rp11 trilyun). Seluruh
dana yang diberikan kepada ICRC bersifat sukarela dan diterima sebagai
sumbangan berdasarkan dua jenis permintaan yang diajukan oleh Komite: Appeal
Kantor Pusat yang bersifat tahunan untuk menutup biaya-biaya internal dan
Appeal Darurat untuk misi-misi yang bersifat per kasus. Pendanaan ICRC berasal
dari tiga kategori, yaitu negara, swasta dan perhimpunan nasional.
Negara-negara penyumbang ICRC antara lain Swiss, Amerika Serikat, Australia,
Kanada, Jepang, Selandia Baru, Negara-negara Eropa lainnya, dan Uni Eropa.
Negara-negara ini menyumbang sekitar 80-85% dari anggaran ICRC. Sekitar 3%
berasal dari hibah pihak swasta, dan sisanya berasal dari perhimpunan nasional.
Emblem/Lambang
Konferensi
diplomatik yang diadakan di Jenewa pada tahun 1864 mengadopsi tanda berupa
palang merah di atas dasar putih, yang merupakan kebalikan dari bendera Swiss.
Namun, dalam perang Rusia-Turki 1876-1878, Kekaisaran Ottoman menyatakan akan
menggunakan tanda berupa bulan sabit merah, bukan palang merah, sebagai
lambangnya dan akan tetap menghormati lambang palang merah yang digunakan oleh
pihak musuh. Setelah itu, Persia juga memutuskan untuk menggunakan tanda yang
lain, yaitu singa dan matahari merah. Kedua lambang ini kemudian diakui oleh
konferensi diplomatik yang diadakan pada tahun 1929. Pada tahun 1980, Republik
Islam Iran memutuskan untuk mengganti singa dan matahari merah dengan bulan
sabit merah. Lambang palang merah dan bulan sabit merah berhak memperoleh
penghormatan sepenuhnya berdasarkan hukum internasional. Namun, kadang-kadang
timbul persepsi di sementara kalangan bahwa kedua lambang ini memiliki konotasi
budaya, agama, atau politik tertentu. Hal ini dapat membahayakan pemberian
perlindungan bagi korban konflik bersenjata, dinas medis militer, dan pekerja
kemanusiaan.
Selain itu,
hingga belum lama ini, Perhimpunan Nasional yang tidak ingin menggunakan
lambang palang merah ataupun bulan sabit merah tidak dapat diakui sebagai
anggota penuh Gerakan. Ini mempersulit Gerakan mewujudkan prinsip kesemestaan
(universality), yang merupakan salah satu Prinsip Dasarnya, serta memperbesar
kemungkinan terus munculnya lambang-lambang baru. Untuk mengatasi masalah
tersebut, diusulkan pemberlakuan sebuah lambang baru yang bisa diterima oleh
semua Perhimpunan Nasional dan semua Negara. Gagasan ini sangat didukung oleh Gerakan
dan kemudian terwujud pada bulan Desember 2005, yaitu ketika sebuah konferensi
diplomatik memutuskan untuk mengakui kristal merah sebagai tanda pembeda
bersama-sama dengan palang merah dan bulan sabit merah.
Prinsip-Prinsip Dasar
Kegiatan
ICRC dipandu oleh tujuh Prinsip Dasar yang ditaati bersama oleh ICRC dan semua
komponen lain Gerakan. Prinsip-prinsip tersebut –yaitu kemanusiaan,
ketidakmemihakan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan, dan
kesemestaan– dikemukakan dalam Statuta Gerakan dan menjadi nilai bersama yang
membedakan Gerakan dari organisasi-organisasi kemanusiaan lain. Gerakan telah
memberi ICRC tugas menegakkan dan mendiseminasikan prinsip-prinsip tersebut.
Ketujuh Prinsip Dasar berikut ini diproklamasikan dalam Konferensi Internasional
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 (Wina, 1965): Kemanusiaan
Gerakan, yang lahir dari keinginan untuk memberikan bantuan tanpa diskriminasi
kepada korban luka di medan pertempuran, berusaha dengan kemampuan
internasional maupun nasionalnya untuk mencegah dan meringankan penderitaan
manusia di mana saja. Tujuan Gerakan adalah untuk melindungi kehidupan dan
kesehatan serta memastikan penghormatan terhadap umat manusia. Gerakan
memajukan saling pengertian, persahabatan, kerja sama, dan perdamaian abadi di
antara semua bangsa. Ketidakberpihakan Gerakan tidak membeda-bedakan
kebangsaan, ras, agama, status sosial, atau pandangan politik korban. Gerakan
membantu korban hanya atas dasar kebutuhan mereka. Bantuan diprioritaskan bagi
kasus penderitaan yang paling mendesak. Kenetralan Agar tetap dipercaya
oleh semua pihak, Gerakan tidak akan berpihak dalam konflik yang terjadi dan
tidak akan terlibat dalam pertentangan politik, ras, keagamaan, ataupun
ideologis. Kemandirian Gerakan bersifat independen. Setiap Perhimpunan
Nasional, sekalipun merupakan pendukung pemerintah masing-masing di bidang
kemanusiaan dan tunduk pada hukum nasional negaranya, harus mempertahankan
otonominya supaya dapat bertindak sesuai prinsip-prinsip Gerakan. Kesukarelaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah sebuah gerakan
yang memberikan bantuan atas dasar kesukarelaan, tidak didorong dengan cara
apapun oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan tertentu. Kesatuan
Hanya boleh ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah di suatu
negara. Perhimpunan itu harus terbuka bagi semua orang. Perhimpunan itu harus
melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah negaranya. Kesemestaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, di mana semua
Perhimpunan Nasional mempunyai status yang setara dan tanggung jawab serta
kewajiban yang sama dalam membantu satu sama lain, ada di seluruh dunia.
ICRC dan Gerakan
ICRC
bertanggung jawab atas pengakuan secara hukum perhimpunan bantuan kemanusiaan
sebagai perhimpunan nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah dan dengan demikian
menerimanya ke dalam Gerakan. Aturan-aturan yang tepat terkait pengakuan itu
didefinisikan dalam Statuta Gerakan. Setelah pengakuan oleh ICRC, suatu
perhimpunan nasional diakui sebagai anggota Federasi Internasional Perhimpunan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. ICRC dan Federasi bekerjasama dengan
perhimpunan nasional dalam misi internasional mereka, terutama dengan sumber
daya manusia, material, dan keuangannya dan mengatur logistik di lokasi.
Menurut Perjanjian Sevilla 1997, ICRC adalah pimpinan lembaga Palang Merah
dalam konflik, sementara organisasi lain dalam Gerakan menjadi pimpinan dalam
situasi non-perang. Perhimpunan Nasional akan menjadi pimpinan terutama ketika
konflik terjadi di dalam negara mereka sendiri. Komite Internasional Palang
Merah (ICRC) adalah lembaga pendiri Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional. Selain melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional untuk
melindungi dan membantu para korban konflik bersenjata, ICRC juga berperan
sebagai promotor dan pemelihara Hukum Humaniter Internasional. Organisasi ini
juga merupakan pelindung Prinsip-prinsip Dasar Gerakan. Secara bekerja sama
dengan Federasi Internasional, ICRC menyelenggarakan pertemuan-pertemuan
Gerakan sebagaimana yang ditetapkan dalam anggaran dasar Gerakan.
Perhimpunan-perhimpunan
Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mewujudkan pekerjaan dan
prinsip-prinsip Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional di
sekitar 180 negara. Perhimpunan-perhimpunan Nasional bertindak sebagai
pendukung (auxiliaries) bagi pemerintah negara mereka masing-masing di bidang
kemanusiaan dan menyelenggarakan berbagai kegiatan pelayanan, termasuk program
bantuan darurat kemanusiaan bencana, program kesehatan, dan program sosial.
Pada waktu perang, Perhimpunan-perhimpunan Nasional membantu penduduk sipil
yang terkena dampak dan, bilamana diperlukan, memberikan dukungan kepada dinas
medis angkatan bersenjata.
Federasi
Internasional Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
bekerja berdasarkan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional untuk mengilhami, memperlancar, dan meningkatkan semua
kegiatan kemanusiaan yang dilaksanakan oleh Perhimpunan-perhimpunan Nasional
yang menjadi anggotanya, dalam rangka memperbaiki situasi kelompok penduduk
yang paling rentan. Didirikan pada tahun 1919, Federasi Internasional
mengarahkan dan mengkoordinasi bantuan internasional yang diberikan oleh
Gerakan kepada para korban bencana alam dan bencana teknologi, kepada para
pengungsi eksternal, dan dalam situasi darurat kesehatan. Federasi
Internasional bertindak sebagai wakil resmi di bidang internasional bagi
perhimpunan-perhimpunan yang menjadi anggotanya. Federasi Internasional
memajukan kerja sama di antara Perhimpunan-perhimpunan Nasional dan memperkuat
kemampuan kemampuan mereka untuk mempersiapkan diri secara efektif dalam
menghadapi bencana dan untuk melaksanakan program-program kesehatan dan sosial.
Kegiatan
Kegiatan
ICRC terbagi dalam empat kategori, yakni perlindungan (protection), bantuan
(assistance), pencegahan (prevention) dan kerjasama (cooperation).
Perlindungan ICRC berusaha untuk melindungi
manusia dalam situasi konflik atau kekerasan bersenjata, dan untuk dapat
melakukan hal ini, ICRC harus terus berada di dekat para korban dan menjalin
dialog secara konfidensial dengan pihak-pihak yang terlibat, baik Negara maupun
non-Negara. Kegiatan perlindungan mencakup kunjungan ke tempat-tempat penahanan
dan pemulihan kembali hubungan keluarga.
Bantuan Krisis kemanusiaan sering kali
terjadi secara bersamaan dengan, atau menjadi penyebab tak langsung bagi,
krisis-krisis lain seperti kelaparan, wabah penyakit, dan kekacauan ekonomi.
Dalam kondisi seperti itu, ICRC memberikan bantuan yang dibutuhkan. Walaupun
demikian, ICRC selalu berusaha untuk tetap terarah pada tujuan utamanya, yaitu
memulihkan kemampuan orang untuk mencukupi kebutuhannya sendiri atau mandiri.
Bantuan bisa bermacam-macam bentuknya, seperti makanan dan/atau obat-obatan,
pembangunan atau perbaikan sistem penyediaan air atau sarana medis dan
pemberian pelatihan kepada staf kesehatan primer, ahli bedah, dan teknisi
prostetik/ortotik.
Pencegahan Kegiatan ICRC yang bersifat
preventif dirancang untuk membatasi efek buruk dari konflik dan menjaga agar
efek-efek semacam itu sekecil mungkin. Semangat yang sesungguhnya dari Hukum
Humaniter Internasional ialah agar penggunaan kekuatan dilakukan secara
terkendali dan secara proporsional dengan tujuannya. Karena itu, ICRC berusaha
untuk menyebarluaskan seluruh rangkaian prinsip-prinsip kemanusiaan dalam
rangka mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi ekses-ekses terburuk dari
peperangan.
Kerjasama Tujuan kegiatan kerja sama ICRC
adalah untuk meningkatkan kemampuan Perhimpunan-perhimpunan Nasional memenuhi
tanggung jawab mereka sebagai lembaga Palang Merah atau Bulan Sabit Merah dalam
memberikan pelayanan kemanusiaan di negara masing-masing. ICRC terutama
membantu dan mendukung Perhimpunan-perhimpunan Nasional dalam kegiatan mereka
untuk memberikan bantuan kepada para korban konflik dan ketegangan dalam negeri
(kesiapan dan tanggapan); mempromosikan Hukum Humaniter Internasional dan
menyebarluaskan pengetahuan mengenai Prinsip-Prinsip Dasar, cita-cita, dan
kegiatan-kegiatan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional; dan
memulihkan hubungan antara anggota keluarga yang tercerai berai sebagai bagian
dari jaringan kerja pencarian Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di seluruh
dunia.
ICRC di Indonesia
Kegiatan
Berkat
kerjasama yang telah lama terjalin antar ICRC, PMI dan Pemerintah Indonesia,
puluhan ribu orang yang terkena dampak dari berbagai situasi kekerasan dan
bencana dan orang-orang yang dicabut kebebasannya mendapat manfaat dari
kegiatan kemanusiaan. ICRC mengembangkan sebagian besar kegiatannya bersama
dengan PMI, kecuali untuk kegiatan yang berkaitan dengan sifat khusus ICRC sebagai
perantara yang sangat netral dan mandiri, seperti kunjungan ICRC kepada
orang-orang yang dicabut kebebasannya.
Kegiatan
terkait penahanan: ICRC
melaksanakan kegiatan perlindungan terutama untuk kepentingan orang-orang yang
dicabut kebebasannya. Akses selama bertahun-tahun semakin meningkat dan berkat
kerjasama dari pihak berwenang Indonesia (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia - DITJENPAS - dan Kepolisian Republik
Indonesia), maka kunjungan ICRC ke fasilitas penahanan telah diperluas hinggu
di luar lingkup awal tahanan yang ditemui secara individual dan ditahan karena
alasan tertentu. Pada akhir periode peninjauan kembali kegiatan ICRC di
Indonesia, kunjungan tahanan dan keahlian khusus ICRC yang didukung pendekatan
struktural multi-disiplin (kesehatan, air & sanitasi, manajemen penjara,
dll) telah memberi manfaat bagi semua penghuni fasilitas penahanan yang
dikunjungi (hampir 100 tempat penahanan). ICRC meretas jalan bagi tahanan dan
keluarganya untuk tetap menjalin kontak melalui surat menyurat. Bertindak
sebagai perantara yang netral, ICRC juga memfasilitasi pembebasan orang-orang
yang ditahan oleh suatu kelompok bersenjata.
Bantuan
untuk penduduk sipil: Bekerja
sama dengan PMI, ICRC memberi bantuan kemanusiaan dengan segera kepada orang
yang memerlukan, baik akibat konflik bersenjata maupun bentuk-bentuk kekerasan
lain atau bencana alam. Berdasarkan kapasitas dan sumber daya yang tersedia dan
sesuai dengan skala dan intensitas permasalahan yang dihadapi, ICRC memberi
bantuan atau mendukung pihak lain khususnya PMI dan pemerintah setempat dalam
upaya untuk menangani suatu situasi kemanusiaan. ICRC telah bekerja secara
khusus di Papua, Sulawesi dan Nanggroe Aceh Darusalam dan berkonsentrasi pada
bantuan medis/kesehatan, materi, dan pangan, rehabilitasi pertanian, dan
program air dan sanitasi. Kegiatan-kegiatan usai tsunami 2004 merupakan yang
terpenting dari segi kuantitas dan keberagamannya.
Kegiatan
yang bertujuan meningkatkan penghormatan terhadap penduduk sipil: Dalam kerangka mandat
perlindungannya, ICRC sebagai perantara netral telah mengkombinasikan berbagai
bentuk representasi kepada pihak berwenang. Dengan berpegang teguh pada prinsip
kerahasiaan (confidentiality) yang melandasi semua aksinya, Tim ICRC mengumpulkan
laporan perlakuan buruk dan bentuk kesewenangan lainnya, untuk kemudian
diserahkan dan ditindaklanjuti secara semestinya oleh pihak berwenang, dalam
kerangka dialog bilateral yang telah terjalin. ICRC juga memberikan pelayanan
langsung kepada orang-orang yang terkena dampak, atau yang menghadapi resiko,
dan kepada keluarga mereka, seperti pencarian orang hilang atau orang yang
tidak jelas nasibnya, mengorganisir pertemuan kembali (reuni) keluarga, dan
mendorong atau memberi dukungan secara langsung kepada keluarga orang hilang,
dan mengurus jenasah.
Promosi
Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan norma-norma lainnya: ICRC telah bekerja terus-menerus
untuk menyebarkan pengetahuan dan memperluas penerimaan HHI termasuk
aturan-aturan kebiasaannya, dan dalam lingkup yang lebih kecil, standar-standar
hukum internasional terkait seperti Hukum Hak Asasi Manusia (HAM)
Internasional. Target audiens antara lain institusi Pemerintah yang dalam
posisi untuk mencegah atau membatasi kekerasan dan untuk mengatur penggunaan
kekuatan, dan dalam batasan tertentu yang menyasar masyarakat sipil. Penekanan
khusus diarahkan untuk membantu institusi terkait mengadopsi aksi nasional
dalam mengimplementasikan komitmen internasional Pemerintah Indonesia di level
nasional dan membantu mengikuti praktik terbaik internasional. ICRC juga
mendorong pengkajian masalah-masalah hukum ini, terutama HHI, di kalangan
akademik. Pencapaian di bidang yang terakhir sangat besar. Sebagai contoh,
dukungan ICRC, Militer dan Kepolisian telah mengkreasikan materi pelatihan
mereka sendiri, dan fakultas hukum di seluruh Indonesia telah mengembangkan
program pengajaran HHI.
Kerjasama
dengan Perhimpunan Nasional: PMI adalah mitra operasional tak ternilai bagi ICRC. ICRC melibatkan PMI
dalam perencanaan dan implementasi dalam sebagian besar kegiatannya. ICRC juga
mendukung banyak kegiatan yang dilakukan secara langsung oleh PMI dan secara
konsisten berupaya meningkatkan kapasitas Perhimpunan Nasional di sektor yang
berbeda-beda, khususnya kegiatan pemulihan kembali hubungan keluarga dan
pencarian, siaga dan tanggap darurat, promosi HHI, air dan sanitasi.
Upaya-upaya pengembangan kapasitas termasuk mengorganisir pelatihan, penyediaan
sumber daya keuangan dan materi lainnya, menerbitkan kebijakan dan pedoman, dan
penyediaan masukan teknis.
0 komentar:
Posting Komentar